Kehadiran kecerdasan buatan (AI) dalam dunia kerja semakin luas, termasuk dalam ranah pengembangan karier dan pembinaan profesional. Pertanyaannya, apakah AI bisa benar-benar berperan sebagai mentor? Dalam banyak hal, AI menunjukkan potensi besar: ia mampu menganalisis performa kerja, merekomendasikan pelatihan yang sesuai, memberi umpan balik instan, hingga memetakan jalur karier berdasarkan data dan tren industri terkini. Dengan akses ke informasi yang luas dan kemampuan belajar berkelanjutan, AI bisa menjadi alat bantu yang sangat berguna, terutama bagi individu yang mencari panduan cepat, terukur, dan personal.

Namun, menjadi mentor bukan hanya soal memberi saran atau solusi berbasis data. Seorang mentor sejati berperan dalam membangun kepercayaan, mengenali potensi tersembunyi, memahami konteks emosional, serta memberikan dukungan yang bersifat manusiawi dan intuitif—dimensi yang hingga kini masih sulit dijangkau oleh teknologi. AI mungkin bisa membantu mengarahkan, tapi belum tentu mampu membimbing dengan empati. Oleh karena itu, AI lebih tepat diposisikan sebagai "asisten mentoring", bukan pengganti manusia. Dalam skenario ideal, AI dan mentor manusia bisa bekerja bersama: AI memberikan wawasan berbasis data, sementara manusia memberikan arahan berbasis pengalaman dan kebijaksanaan.

Dengan pendekatan yang seimbang, AI bisa memperkaya proses mentoring profesional, memperluas akses bagi mereka yang belum mendapat bimbingan, dan mempercepat perkembangan karier secara lebih inklusif dan terukur. Namun tetap, sentuhan manusia dalam memahami dan membentuk karakter profesional tak tergantikan oleh algoritma.