Pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dalam pemerintahan menjanjikan efisiensi, transparansi, dan pelayanan publik yang lebih responsif. Dari sistem pemantauan kebijakan hingga pengolahan data administrasi, AI mampu mengurangi birokrasi yang lamban dan meningkatkan keakuratan pengambilan keputusan. Beberapa negara bahkan telah mengujicoba algoritma untuk mendeteksi potensi korupsi, mengelola anggaran, hingga menetapkan prioritas pembangunan berbasis data real-time. Namun, di balik potensi tersebut, muncul kekhawatiran bahwa penerapan AI tanpa pengawasan yang memadai justru dapat mengarah pada otomatisasi kekuasaan yang tidak akuntabel.
Ketika algoritma digunakan untuk mengambil keputusan penting—seperti pemberian bantuan sosial, penilaian risiko kriminal, atau distribusi sumber daya—pertanyaan besar muncul tentang siapa yang mengendalikan sistem tersebut, bagaimana transparansi algoritma dijamin, dan sejauh mana publik bisa menuntut pertanggungjawaban. AI bukan entitas netral; ia dibentuk oleh data dan nilai yang ditanamkan pembuatnya, yang bisa saja bias atau diskriminatif. Tanpa regulasi yang kuat dan keterlibatan publik, penggunaan AI dalam pemerintahan berisiko memperkuat ketimpangan dan mengaburkan batas antara efisiensi dan kekuasaan absolut. Oleh karena itu, tantangan ke depan adalah memastikan bahwa AI mendukung demokrasi dan keterbukaan, bukan menggantikannya dengan logika mesin yang tidak manusiawi.
Copyright PythonesiaORG 2023
Komentar (0)